Jumat, 17 Februari 2017



Hujan



Naya memandang nanar ke atas langit yang sedari tadi meneteskan air, dan beberapa memercik ke mukanya. Entah apa yang difikirkannya. Disampingnya, seorang pemuda berambut sedikit ikal memperhatikan naya  sedari tadi dengan seksama, tanpa disadari olehnya. Sesekali pemuda itu mengernyitkan dahi. Mungkin berusaha menebak-nebak apa yang sedang difikirkan oleh wanita disampingnya.
“Kamu lagi mikirin apa?” Tanya pemuda itu.
“hujan.”
“Huh?”
“Aku sangat membenci hujan” dia menjawab datar sambil terus memandang ke atas. Kadang dia memiringkan kepalanya ke sebelah kiri, kadang ke kanan.
“Kenapa?” Tanya pemuda itu lagi.
“Terkesan suram dan menyedihkan.. dan aku tidak mau sedih.” Jawabnya lirih.
“ Biar aku yang menjadi payungmu”
Naya mengalihkan matanya kesamping, menatap dalam-dalam pemuda di sebelahnya. 

Bersambung...



Sebelum kepahitan selanjutnya menyela kita lagi, biarkan aku abadikan di tempat ini. Tempat yang pasti kamu kunjungi ketika kita kamu mulai bingung dan tidak menemukan jalan kembali. Ke rumah kita.

Ada saatnya pergi, ada saatnya kembali. Ada saatnya menghilang, ada saatnya ditemukan. umm.. mungkin untuk kamu, mungkin kata ditemukan tidak cocok, tapi kamu lebih seperti “menemukan lagi diri kamu sendiri”,

bersambung.. 

 

 

Aku akan tetap ada
sekalipun dilangkahmu yang paling sukar
Aku akan tetap berjalan disebelahmu
sekalipun lobang disana sini

Sayangku, mungkin sesekali kita akan jatuh,
terpelanting, sakit, terluka, terlempar, bahkan sekarat
Tapi cinta memiliki kekuatan yang kadang tak bisa dijelaskan.
Dan kamu tahu betul bagaimana aku mencintai kamu
Tak akan bisa kau takar hanya dengan 10 jarimu saja

Kamu kekuranganku yang Tuhan cukupkan
Dengan kamu, entah mengapa rasanya semua menjadi masuk akal
Duniaku satu persatu seperti perputar ke arah yang benar

Mungkin kita sudah cukup, menjadi seperti kertas kusut,  diremuk oleh semua ketidakjelasan dan ketidakpastian
Kamu penawarku, merapikan aku dan semua kekusutan ini

Maka bersabarlah sayang
Aku juga akan mempersiapkan diriku disini,
karna suatu saat aku yang akan merapikan semuanya,
Untuk kamu

Betapa banyak aku bersyukur ketika Tuhan memberiku kamu. Betapa langkahku rasanya seringan ini, karna aku tahu aku berjalan bersama orang yang tepat

Pelukanmu,  tempat teraman untukku
Tetaplah disini, setidaknya selamanya
Dan kamu tahu
'selamanya' itu lama sekali

Tapi aku siap
Menakar waktu,
detik demi detiknya
Asal langkah kita tetap ke arah yang sama

Jalan kita masih panjang
Kita masih begitu kecil
Langkah kita masih terseok-seok
Akan begitu banyak hal yang tidak kita mengerti
Masalah yang tidak kita pahami
Tapi aku siap mengeja satu demi satu semuanya
Selama bersama kamu

Kamu tidak perlu menjanjikanku banyak hal. Tidak sama sekali.
Karna aku tidak akan beranjak dari kamu, hanya karna ada pintaku yang tak bisa kamu penuhi.
Hanya karna ada rinduku yang belum bisa kamu balaskan.

Tidak. aku tidak akan beranjak sedikitpun dari garis ini.
Garis kita.
Karna melangkah jauh dari kamu tidak semudah aku membalikan telapak tanganku lalu kemudian namamu hilang

Aku bahkan perlu memutar kepalaku 360¤ kemudian mati,
Hanya untuk sekedar menemukan lagi senyummu yang hilang,
Diantara jeda-jeda temu kita

Sudah semelekat itu kamu dihidupku
mataku
hatiku
dan kepalaku

Diantara peluk yang paling kuat, debar yang paling kencang, kening yang paling basah, ada rindu yang tetap tak habis-habis

Sekalipun mati waktu disekitarku,
dalam pejam,
Tetap kamu yang ada di kepalaku

Mungkin aku wanita yang paling bebal Mungkin aku juga banyak mau
Aku paham betul
Mencintaiku kadang membuatmu pusing

Berapa banyak kerut di dahimu ketika kamu menghadapi aku
Tapi betapa Aku siap berkelahi dengan egoku sendiri, setidaknya tak hilang namaku dihatimu

Betapa aku siap aku berdebat sengit dengan isi kepalaku yang rumit
Setidaknya tak lenyap aku dari kepalamu

Aku menyita begitu banyak dari waktuku, membekukan waktu disekitarku
untuk sekedar mengaminimu dihadapan Tuhan Kamu, nama yang kusebut berulang-ulang di waktuku yang paling khusus dan paling khusyu
Semoga Tuhan mengiyakan kamu.
Kita

Mexy
Jakarta, 17 Februari 2016

Kamis, 08 Oktober 2015

Mana yang lebih penting?

Kau sibuk menimang-nimang rasa marah dan bencimu seperti anak sendiri,
Sementara rasa cintamu kau anak tirikan.
Kau tak tahu mana yang lebih penting.
Jadi bagaimana bisa kau mengatakan aku penting bagimu?

Hasil gambar untuk angry and love

Aku Hidup di Hatimu

Emosi selalu menang, memang. Tapi rindu tetap butuh pengakuan pada akhirnya, bukan?
Carilah pembenaranmu sendiri, kataku.
Tapi kutekankan, namaku tidak akan hilang hanya dengan kau meninju-ninju dinding,
Karna aku hidup dihatimu, bukan di kepal tanganmu
Kau sudah mencintaiku,
Terlalu.. dan
Terlanjur.
Hingga untuk melupakan aku, kau harus meremukkan hatimu sendiri.


Sabtu, 25 Juli 2015

Cinta atau Latihan Baris-Berbaris? (Part I)

Senja melangkah keluar rumahnya dengan langkah yang begitu dipaksakan. Tas selempangnya dipasang seenaknya sehingga begitu mengganggunya ketika berjalan. Tapi dia acuh. Dia juga tidak berani membayangkan se-kusut apa mukanya hari ini. mungkin tak lebih baik dari kemeja asal ambil yang dipakainya saat ini. Percakapan terakhirnya dengan Gema tiga hari yang lalu begitu mempengaruhinya hingga sekarang. 

" Kamu bahagia, Ge?"
" Apa motif pertanyaan kamu ini?"
"Karna sepertinya enggak."
"Huh?
"Come on. Don't "huh" me. Just Answer"
"Are we okay, Nja?"
"Enggak. Kita nggak baik-baik aja."
"Mungkin yang nggak baik-baik aja itu kamu"
"kasar!"
"Bukan gitu. Maksud aku, aku lelah dengan semua pertanyaan yang semacam ini. Aku tahu akan kemana endingnya, Nja.".
"Kamu masih..
"Oke, cukup, Nja".
"Maksud kamu , kita??
"Mungkin."

(Hapus Percakapan)

Begitu banyak yang berbeda semenjak malam itu. Sepi. Bukan hidupnya. Tapi hatinya. Senja merasa hatinya bukan hanya berlubang sekarang, tapi copot dari tempatnya. Bayangkan saja, langkahnya menjadi terasa begitu ringan. Mungkin karna sesuatu yang sudah beberapa kelang waktu ini ikut hidup dan bersarang dalam dirinya, menghilang, lepas begitu saja.. Ini sedikit membingungkan baginya. Ini bukan pertama kali dia dan Gema seperti ini, tapi tetap saja rasanya sakit. Senja merasa hubungannya dan Gema seperti layaknya latihan baris-berbaris. Ada saatnya langkah mereka benar-benar tidak seirama, lalu memilih untuk beristirahat di tempat, mencoba berfikir ulang tapi gagal, hingga kemudian memilih bubar jalan dan kemudian melangkah sendiri-sendiri, tapi kemudian pada akhirnya memutuskan untuk menyusun barisan kembali, mencoba menyatukan langkah, tapi kemudian kembali menemukan cacat di beberapa bagian, kembali tidak seirama begitu seterusnya. Selalu berputar-putar di poros yang sama. Hingga yang mereka dapat pada akhirnya hanya penat. Sebenarnya apa dia dan Gema cari? Konsep bahagia seperti apa yang mereka berdua inginkan? 
Senja menggelengkan kepalanya sekuat-kuatnya, berharap apa yang ada di kepalanya saat ini terbang kemudian lenyap. 

Kamis, 28 Mei 2015

Rasa Yang Begitu Kuhafal

Ini rasa yang begitu kuhafal
Kita pernah berada di titik ini
Saling melepas dengan makian
Saling merelakan dengan menyumpahi satu sama lain

Bukankah kita juga pernah berada di titik dimana kita berfikir bahwa
Rasanya kita tidak akan pernah bisa hidup tanpa satu sama lain
Tapi bukankah kita hidup? 
Hingga hari ini

Tapi kemudian aku mencoba menyelami diriku lebih dalam
Dan aku menyadari,
Ini ternyata bukan perkara bisa hidup atau tidak, 

Kehilangan kamu sekarang membuat aku sadar kebutuhanku
Aku ternyata tidak ingin hanya sekedar hidup
Tapi juga bahagia